KOMPAS.com - Di balik tawa riang seorang balita, sering tersembunyi dinamika rumit di antara dua generasi: orangtua dan kakek-nenek.
Kisah pengasuhan anak usia dini kerap kali tidak hanya soal memberi makan, memandikan, atau meninabobokan si kecil, tetapi juga tentang nilai-nilai, kebiasaan, dan visi masa depan yang berbeda.
Mari kita simak dua kisah nyata yang mungkin juga terjadi di lingkungan terdekat kita.
Kisah pertama tentang seorang anak berusia tiga tahun yang sehari-harinya diasuh kakek dan nenek karena kedua orangtuanya bekerja.
Di hari kerja, rutinitas berjalan lancar. Namun, setiap akhir pekan berubah menjadi arena tarik menarik pengaruh.
Anak itu menolak makan sehat, merengek meminta nugget dan sosis, seperti yang biasa disiapkan kakek-nenek.
Baca juga: Cara Bijak Hadapi Mertua yang Membandingkan Gaya Parenting
Waktu menonton tak lagi sesuai aturan. Tidur siang jadi pertarungan. Orangtua merasa kehilangan kendali, sedangkan sang anak kebingungan dalam dunia penuh aturan yang bertabrakan.
Kisah kedua datang dari pasangan muda yang tinggal serumah dengan orangtua. Sang ibu, yang sangat semangat mempraktikkan ilmu parenting dari buku dan kelas daring, kerap bertabrakan dengan cara pengasuhan orangtuanya.
Setiap perbedaan, mulai dari cara menegur anak hingga kebiasaan makan, bisa menjadi potensi perdebatan kecil yang menyisakan luka emosional.
Dua cerita tersebut menunjukkan satu hal yang jelas, yakni grandparenting bukan sekadar bantuan tambahan, tetapi bagian penting dari lanskap pengasuhan anak di Indonesia.
Baca juga: 3 Hal yang Harus Dilakukan Orangtua Saat ke Pameran Parenting
Fenomena itu tidak bisa dipisahkan dari realitas pengasuhan anak usia dini, terutama di tengah tantangan ekonomi, keterbatasan waktu, dan tuntutan pekerjaan yang dihadapi pasangan muda.
Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah grandparenting dapat menjadi sinergi kekuatan baru atau justru menimbulkan seteru?
Anggota ECED Council, Deputy Director SEAMEO CECCEP, dan ARNEC National Representative Widodo Suhartoyo mengatakan, fenomena dua pemikiran dalam pengasuhan bukan siap soal yang paling benar, tetapi soal konsistensi.
“Anak membutuhkan pola asuh yang stabil agar dapat tumbuh dengan karakter yang sehat,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat (13/6/2025).
Widodo menekankan, keterlibatan kakek dan nenek dalam pengasuhan bukan sekadar romantisasi tentang cinta tak bersyarat.
Lebih dari itu, grandparenting adalah soal membangun sistem dukungan antargenerasi yang sehat, seimbang, dan saling menghormati.
Baca juga: Digital Parenting Bantu Cegah Anak Terpengaruh Radikalisme Gender, Belajar dari Serial Adolescence
Walau di dalamnya ada gesekan antargenerasi dalam mengasuh anak, hal ini jamak terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
"Kakek-nenek bukan hanya membantu pengasuhan, tetapi juga menanamkan nilai keluarga dan membentuk karakter cucu,” terang Widodo .
Namun bila tidak dikelola dengan baik, kata dia, perbedaan generasi bisa memicu konflik yang berdampak pada kesejahteraan psikologis anak.
Penelitian Chen dan Liu (2012) di China menemukan, anak-anak yang dibesarkan dengan keterlibatan aktif kakek-nenek dalam pengasuhan, terutama dalam bentuk pengasuhan ringan, berkontribusi pada stabilitas dan kedekatan keluarga yang dapat mendukung lingkungan tumbuh kembang anak.
Hal tersebut dapat terjadi, terutama pada keluarga yang mengalami tekanan ekonomi atau sosial. Mereka memperoleh kenyamanan, stabilitas, serta ikatan emosional yang kuat.
Baca juga: Parenting VOC Bikin Anak Lebih Mandiri, Benarkah?
Sementara itu, di Indonesia, studi oleh Dhio dan Fono (2021) menyebutkan, pengasuhan kakek dan nenek terhadap anak usia 4–6 tahun dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak, khususnya dalam aspek kemandirian, kedisiplinan, dan penguatan nilai-nilai sosial, serta spiritual.
Widodo menyebutkan, pengasuhan oleh kakek-nenek bisa menjadi sumber kekuatan keluarga.
“Namun, hanya jika bersifat demokratis dan otoritatif, terarah dan penuh kasih sayang, serta dikelola secara sadar dan inklusif,” jelasnya.
Namun, dalam praktiknya, grandparenting tidak selalu berjalan mulus. Di balik kasih sayang tanpa batas, tersimpan juga potensi konflik antar-generasi, sebagai berikut:
Baca juga: Nenek 69 Tahun Bangga Diwisuda di Sekolah Orangtua Hebat, Belajar Parenting untuk Cucu
"Oleh karena itu, butuh strategi pengasuhan yang sukses antara kakek-nenek dan orangtua melibatkan kerja sama yang harmonis dan komunikasi yang baik," jelas Widodo.
Menurut Widodo, agar pengasuhan lintas generasi bisa menjadi kekuatan, terdapat lima strategi yang dapat diterapkan bersama:
Baca juga: Digital Parenting Bantu Cegah Anak Terpengaruh Radikalisme Gender, Belajar dari Serial Adolescence
Baca juga: Gentle Parenting dan Authoritative Parenting, Perpaduan Efektif Membangun Karakter Anak Tangguh
Di tengah dunia yang semakin cepat dan individualis, kakek-nenek hadir sebagai jangkar emosi, penyeimbang, sekaligus pengingat bahwa keluarga bukan hanya soal sekarang, tetapi juga tentang masa lalu dan masa depan.
“ Grandparenting menciptakan ruang di mana anak-anak tidak hanya tumbuh, tetapi juga mewarisi kearifan hidup, cerita keluarga, dan rasa identitas yang kuat,” ujar Widodo.
Dalam budaya Indonesia yang kaya akan nilai kekeluargaan, grandparenting mempunyai banyak bentuk.
Di kota besar, bentuk grandparenting dapat berupa dukungan logistik dan pengasuhan bergantian. Sementara di pedesaan, peran ini sering menyatu dalam keseharian. Fleksibel, tetapi tetap bermakna.
Baca juga: Tips Parenting untuk Mencegah Persaingan Kakak Adik sejak Dini
Selain itu, peran tersebut juga dapat dipengaruhi oleh perubahan demografis, seperti usia pensiun yang lebih panjang, peningkatan harapan hidup, atau transisi peran gender dalam keluarga.
Dalam semangat Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada 29 Juni, Widodo mengajak semua orang mengapresiasi peran kakek dan nenek, yang tidak hanya membesarkan kita, tetapi juga turut membesarkan generasi berikutnya.
Ketika komunikasi, saling menghargai, dan kerja sama menjadi fondasi pengasuhan, rumah bukan sekadar tempat tinggal melainkan tempat semua generasi tumbuh bersama-sama.
Widodo mengajak semua pihak meningkatkan kesadaran untuk mengapresiasi dan memperkuat posisi kakek dan nenek dalam keluarga.
“Dengan menyusun strategi pengasuhan yang inklusif dan adaptif, kita tidak hanya menciptakan keluarga yang harmonis, tetapi juga mewariskan nilai cinta, kebijaksanaan, dan kebersamaan yang tak lekang oleh waktu," ujarnya.
Baca juga: Tak Ikut Campur Gaya Parenting Anak, Dewi Yull: Anak Sekarang Udah Lebih Cerdas