Grandparenting dan Pengasuhan Orangtua, Sinergi atau Seteru? 

Kompas.com - 13/06/2025, 16:26 WIB
Inang Sh ,
Dwi NH

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di balik tawa riang seorang balita, sering tersembunyi dinamika rumit di antara dua generasi: orangtua dan kakek-nenek. 

Kisah pengasuhan anak usia dini kerap kali tidak hanya soal memberi makan, memandikan, atau meninabobokan si kecil, tetapi juga tentang nilai-nilai, kebiasaan, dan visi masa depan yang berbeda.

Mari kita simak dua kisah nyata yang mungkin juga terjadi di lingkungan terdekat kita.

Kisah pertama tentang seorang anak berusia tiga tahun yang sehari-harinya diasuh kakek dan nenek karena kedua orangtuanya bekerja. 

Di hari kerja, rutinitas berjalan lancar. Namun, setiap akhir pekan berubah menjadi arena tarik menarik pengaruh.

Anak itu menolak makan sehat, merengek meminta nugget dan sosis, seperti yang biasa disiapkan kakek-nenek. 

Baca juga: Cara Bijak Hadapi Mertua yang Membandingkan Gaya Parenting

Waktu menonton tak lagi sesuai aturan. Tidur siang jadi pertarungan. Orangtua merasa kehilangan kendali, sedangkan sang anak kebingungan dalam dunia penuh aturan yang bertabrakan.

Kisah kedua datang dari pasangan muda yang tinggal serumah dengan orangtua. Sang ibu, yang sangat semangat mempraktikkan ilmu parenting dari buku dan kelas daring, kerap bertabrakan dengan cara pengasuhan orangtuanya. 

Setiap perbedaan, mulai dari cara menegur anak hingga kebiasaan makan, bisa menjadi potensi perdebatan kecil yang menyisakan luka emosional.

Dua cerita tersebut menunjukkan satu hal yang jelas, yakni grandparenting bukan sekadar bantuan tambahan, tetapi bagian penting dari lanskap pengasuhan anak di Indonesia.

Baca juga: 3 Hal yang Harus Dilakukan Orangtua Saat ke Pameran Parenting

Fenomena itu tidak bisa dipisahkan dari realitas pengasuhan anak usia dini, terutama di tengah tantangan ekonomi, keterbatasan waktu, dan tuntutan pekerjaan yang dihadapi pasangan muda. 

Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah grandparenting dapat menjadi sinergi kekuatan baru atau justru menimbulkan seteru?

Menyatukan dua dunia dalam satu atap 

Anggota ECED Council, Deputy Director SEAMEO CECCEP, dan ARNEC National Representative Widodo Suhartoyo mengatakan, fenomena dua pemikiran dalam pengasuhan bukan siap soal yang paling benar, tetapi soal konsistensi.

“Anak membutuhkan pola asuh yang stabil agar dapat tumbuh dengan karakter yang sehat,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat (13/6/2025).

Widodo menekankan, keterlibatan kakek dan nenek dalam pengasuhan bukan sekadar romantisasi tentang cinta tak bersyarat. 

Lebih dari itu, grandparenting adalah soal membangun sistem dukungan antargenerasi yang sehat, seimbang, dan saling menghormati. 

Baca juga: Digital Parenting Bantu Cegah Anak Terpengaruh Radikalisme Gender, Belajar dari Serial Adolescence

Walau di dalamnya ada gesekan antargenerasi dalam mengasuh anak, hal ini jamak terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

"Kakek-nenek bukan hanya membantu pengasuhan, tetapi juga menanamkan nilai keluarga dan membentuk karakter cucu,” terang Widodo . 

Namun bila tidak dikelola dengan baik, kata dia, perbedaan generasi bisa memicu konflik yang berdampak pada kesejahteraan psikologis anak. 

Penelitian Chen dan Liu (2012) di China menemukan, anak-anak yang dibesarkan dengan keterlibatan aktif kakek-nenek dalam pengasuhan, terutama dalam bentuk pengasuhan ringan, berkontribusi pada stabilitas dan kedekatan keluarga yang dapat mendukung lingkungan tumbuh kembang anak. 

Hal tersebut dapat terjadi, terutama pada keluarga yang mengalami tekanan ekonomi atau sosial. Mereka memperoleh kenyamanan, stabilitas, serta ikatan emosional yang kuat. 

Baca juga: Parenting VOC Bikin Anak Lebih Mandiri, Benarkah?

Sementara itu, di Indonesia, studi oleh Dhio dan Fono (2021) menyebutkan, pengasuhan kakek dan nenek terhadap anak usia 4–6 tahun dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak, khususnya dalam aspek kemandirian, kedisiplinan, dan penguatan nilai-nilai sosial, serta spiritual. 

Widodo menyebutkan, pengasuhan oleh kakek-nenek bisa menjadi sumber kekuatan keluarga. 

“Namun, hanya jika bersifat demokratis dan otoritatif, terarah dan penuh kasih sayang, serta dikelola secara sadar dan inklusif,” jelasnya. 

Ketika cinta bertemu tantangan

Namun, dalam praktiknya, grandparenting tidak selalu berjalan mulus. Di balik kasih sayang tanpa batas, tersimpan juga potensi konflik antar-generasi, sebagai berikut:

  • Perbedaan gaya pengasuhan. Orangtua muda mungkin mengedepankan pendekatan berbasis ilmu tumbuh kembang, sedangkan kakek-nenek cenderung memegang pola asuh tradisional yang mereka yakini dan praktikkan selama puluhan tahun.
  • Konflik nilai. Soal disiplin, penggunaan gawai, atau pilihan makanan bisa menjadi sumber ketegangan. Anak akhirnya menerima pesan-pesan yang kontradiktif.
  • Ketidakseimbangan peran. Kadang kakek-nenek merasa tidak dilibatkan, atau sebaliknya, merasa terlalu dibebani tanggung jawab. Tak jarang muncul kelelahan fisik maupun emosional.
  • Perasaan bersalah. Orangtua sering merasa bersalah karena harus bergantung pada orangtua mereka, sedangkan kakek-nenek merasa tidak enak jika ingin berkata ‘tidak’ saat tubuh sudah tak sekuat dulu. 

Baca juga: Nenek 69 Tahun Bangga Diwisuda di Sekolah Orangtua Hebat, Belajar Parenting untuk Cucu

"Oleh karena itu, butuh strategi pengasuhan yang sukses antara kakek-nenek dan orangtua melibatkan kerja sama yang harmonis dan komunikasi yang baik," jelas Widodo. 

Merajut sinergi dalam pengasuhan

Ilustrasi nenek dengan cucunya.Dok. Freepik Ilustrasi nenek dengan cucunya.

Menurut Widodo, agar pengasuhan lintas generasi bisa menjadi kekuatan, terdapat lima strategi yang dapat diterapkan bersama:

Baca juga: Digital Parenting Bantu Cegah Anak Terpengaruh Radikalisme Gender, Belajar dari Serial Adolescence

  1. Sepakati aturan bersama. Susun kesepakatan dan aturan yang jelas mengenai hal-hal penting: waktu tidur, penggunaan gadget, makanan, dan bentuk disiplin. Ini menghindari kebingungan anak dan potensi konflik.
  2. Komunikasi terbuka, tanpa menggurui. Luangkan waktu untuk saling berbagi pikiran mengenai perkembangan anak dan cara terbaik dalam mendukung tumbuh kembangnya. 
  3. Obrolan santai sore hari atau grup WhatsApp keluarga bisa menjadi ruang diskusi yang sehat.
  4. Pembagian peran yang jelas. Kakek-nenek dapat berperan menjadi pendamping emosional dan dan sumber kebijaksanaan, sementara orangtua tetap menjadi pengambil keputusan utama dalam pengasuhan. Ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang.
  5. Tumbuh bersama. Ajak kakek-nenek untuk mengenal pendekatan parenting modern melalui video, buku, atau kelas daring. Orangtua pun perlu bersikap bijak dan rendah hati saat berbagi informasi baru.
  6. Aktivitas bermakna. Kakek-nenek dapat memberikan stimulasi perkembangan melalui kegiatan, seperti mendongeng, bermain tradisional, berkebun, atau kegiatan fisik ringan. Aktivitas ini bukan hanya menyenangkan tapi juga mendukung perkembangan motorik, bahasa, dan sosial anak.

Baca juga: Gentle Parenting dan Authoritative Parenting, Perpaduan Efektif Membangun Karakter Anak Tangguh

Keluarga: tempat semua generasi bertumbuh

Di tengah dunia yang semakin cepat dan individualis, kakek-nenek hadir sebagai jangkar emosi, penyeimbang, sekaligus pengingat bahwa keluarga bukan hanya soal sekarang, tetapi juga tentang masa lalu dan masa depan.

Grandparenting menciptakan ruang di mana anak-anak tidak hanya tumbuh, tetapi juga mewarisi kearifan hidup, cerita keluarga, dan rasa identitas yang kuat,” ujar Widodo.

Dalam budaya Indonesia yang kaya akan nilai kekeluargaan, grandparenting mempunyai banyak bentuk. 

Di kota besar, bentuk grandparenting dapat berupa dukungan logistik dan pengasuhan bergantian. Sementara di pedesaan, peran ini sering menyatu dalam keseharian. Fleksibel, tetapi tetap bermakna.

Baca juga: Tips Parenting untuk Mencegah Persaingan Kakak Adik sejak Dini

Selain itu, peran tersebut juga dapat dipengaruhi oleh perubahan demografis, seperti usia pensiun yang lebih panjang, peningkatan harapan hidup, atau transisi peran gender dalam keluarga. 

Dalam semangat Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada 29 Juni, Widodo mengajak semua orang mengapresiasi peran kakek dan nenek, yang tidak hanya membesarkan kita, tetapi juga turut membesarkan generasi berikutnya. 

Ketika komunikasi, saling menghargai, dan kerja sama menjadi fondasi pengasuhan, rumah bukan sekadar tempat tinggal melainkan tempat semua generasi tumbuh bersama-sama.

Widodo mengajak semua pihak meningkatkan kesadaran untuk mengapresiasi dan memperkuat posisi kakek dan nenek dalam keluarga. 

“Dengan menyusun strategi pengasuhan yang inklusif dan adaptif, kita tidak hanya menciptakan keluarga yang harmonis, tetapi juga mewariskan nilai cinta, kebijaksanaan, dan kebersamaan yang tak lekang oleh waktu," ujarnya. 

Baca juga: Tak Ikut Campur Gaya Parenting Anak, Dewi Yull: Anak Sekarang Udah Lebih Cerdas

Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke