KOMPAS.com - Periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)-masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun-dikenal sebagai periode emas perkembangan manusia.
Di rentang waktu ini, sekitar 70 persen volume otak terbentuk, jalur sensori mulai berkembang, dan fondasi untuk kemampuan berbahasa serta fungsi-fungsi kognitif lainnya terbangun.
Namun ironisnya, di balik krusialnya masa ini, pengasuhan anak justru masih dipandang sebagai “urusan ibu.” Peran ayah sering dianggap nomor dua.
Kandidat PhD dari University of Waikato, Selandia Baru sekaligus Sekretaris Koalisi Nasional PAUD HI dan anggota ECED Council Dwi Purwestri Sri Suwarningsih mengatakan, pengasuhan seolah menjadi beban yang otomatis dilekatkan pada perempuan.
Baca juga: Tanoto Foundation Buka Fellowship 2025, Cetak Pemimpin Muda Pendidikan
“Padahal peran ayah juga sangat penting untuk kehidupan awal anak," ujar Dwi melalui siaran persnya, Kamis (8/5/2025).
Pada 2024, Koalisi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI_ bersama Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood (ARNEC) melakukan survei terhadap 115 ayah di dua lokasi, yakni Jawa Barat (representasi wilayah perkotaan) dan satu kabupaten di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (wilayah perdesaan).
Para ayah ini rata-rata berusia 37 tahun dan merupakan orangtua dari anak usia di bawah dua tahun (baduta).
Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan keterlibatan mereka dalam pengasuhan anak usia dini pada periode 1.000 HPK.
Baca juga: Tanoto Foundation Berikan Beasiswa Kepemimpinan Teladan untuk 204 Mahasiswa S1
Hasil survei menunjukkan bahwa meski mayoritas ayah tahu pentingnya peran mereka dalam pengasuhan, hanya 35,3 persen yang benar-benar terlibat dalam rutinitas harian seperti menemani anak makan atau tidur.
Tidak hanya itu, skor pengetahuan ayah terkait 1.000 HPK hanya 59,5 persen—paling rendah dibanding aspek lainnya.
Artinya, edukasi tentang masa emas ini masih belum sampai dengan cara yang relevan bagi mereka.
“Informasi tentang gizi, stimulasi, dan kesehatan anak dan harus dikemas lebih praktis serta kontekstual dengan kehidupan para ayah, baik di kota maupun desa,” jelas Dwi.
Terlihat bahwa keterlibatan ayah belum menjadi bagian dari rutinitas yang stabil. Ibu dinilai berperan utama dalam hampir semua bentuk interaksi dengan anak.
Baca juga: Tanoto Foundation Wujudkan Kolaborasi Multipihak untuk Pendidikan Berkualitas
“Ayah setara dengan ibu hanya dalam satu aktivitas, yaitu mengajak anak bermain di luar ruangan,” ujar Dwi.
Dalam sebagian besar aktivitas lain, mulai dari mendongeng, membantu belajar, hingga menemani bermain di dalam rumah, ayah cenderung berada di urutan kedua.
Bahkan dalam beberapa aktivitas, keterlibatan ayah kalah dibandingkan dengan keterlibatan saudara kandung.
"Walaupun kesadaran tentang pentingnya keterlibatan ayah sudah tumbuh, penerapannya dalam keseharian masih belum merata," sambung Dwi.
Lebih jauh, survei ini juga menemukan adanya dinamika pengasuhan yang perlu diperbaiki , seperti:
Baca juga: Gelar Fokus 2024, Tanoto Foundation Perkuat Komitmen Pemerataan Akses Pendidikan
Ini menunjukkan kesadaran ayah masih rendah untuk memberi lingkungan yang sehat secara fisik dan mental untuk anak, serta memastikan identitas hukum anak yang berdampak langsung pada akses anak terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
Menurut Dwi, ayah bukan sekadar “pembantu ibu”, tapi pilar penting dalam lima aspek utama pengasuhan yang tertuang dalam Nurturing Care Framework (NCF).
Baca juga: Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI
Panduan global yang dikembangkan WHO, UNICEF, dan Bank Dunia pada 2018 itu didasarkan pada bukti ilmiah kuat dan riset longitudinal dari berbagai negara akan pentingnya periode awal kehidupan anak, sejak dalam kandungan sampai usia 3 tahun.
Lima aspek tersebut adalah:
Menurut Dwi, peran ayah krusial dalam semua komponen tersebut.
Dalam aspek kesehatan dan gizi, ayah dapat berperan aktif memastikan ibu mendapatkan nutrisi seimbang saat hamil, mengantar ke fasilitas kesehatan, dan menciptakan lingkungan rumah yang sehat—bebas dari asap rokok dan stres.
Baca juga: Melalui SDG Academy Indonesia, Tanoto Foundation Tingkatkan Kompetensi Pemda
“Dalam pengasuhan responsif, ayah punya andil besar membentuk ikatan emosional dengan anak melalui aktivitas sederhana seperti bermain, merespons ocehan anak, atau mendengarkan cerita mereka,” sambung Dwi.
Di aspek keamanan dan keselamatan, ayah harus menjamin bahwa anak berada di lingkungan bebas kekerasan, memiliki identitas hukum jelas, dan tidak terekspos pada eksploitasi ekonomi.
Dalam keamanan dan keselamatan, orangtua bertanggung jawab memastikan anak dalam lingkungan aman dan sehat, mulai dari memastikan anak memiliki akta lahir sehingga hukum keberadaan anak diakui negara hingga memastikan lingkungan rumah tidak membuat anak menjadi perokok pasif, dan eksploitasi anak untuk kepentingan ekonomi.
Sementara dalam kesempatan belajar sejak dini, interaksi harian seperti mengenalkan nama benda, menyebutkan warna, atau menanggapi pertanyaan anak adalah bentuk stimulasi yang sangat berharga.
Baca juga: Tanoto Foundation Ungkap Urgennya Peran Pendidikan Anak Usia Dini
"Dengan berbagi peran secara seimbang dengan ibu dan menciptakan hubungan yang aman serta menyenangkan, ayah membantu membangun rasa percaya diri, rasa aman, dan kebahagiaan dalam diri anak sebagai fondasi bagi tahap perkembangan selanjutnya," jelas Dwi.
Dwi mengingatkan bahwa membangun kedekatan emosional antara ayah dan anak jauh lebih mudah dilakukan saat anak masih dalam periode 1.000 HPK atau sebelum anak mulai mengenal banyak figur lain di luar keluarga inti.
“Kalau tidak dimulai sejak dini, akan lebih sulit menjalin kelekatan emosional yang kuat. Mari menjadikan ayah dan ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak,” pungkas Dwi.